Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) coba meluruskan ramai-ramai soal Peraturan Menteri no 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Menurut Kominfo, ada beberapa definsi yang salah kaprah tentang Permen tersebut.
"Jadi Permen no 19 Tahun 2014 tersebut sebetulnya adalah tata cara melaporkan terkait situs yang dianggap mengganggu untuk dikehendaki ditutup," jelas Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Kominfo Bambang Heru Tjahjono kepada detikINET.
Dia mencontohkan, bila ada aduan terkait masalah situs yang mengandung pornografi, maka masyarakat bisa melaporkannya dengan landasan Permen Kominfo no 19 Tahun 2014 melalui acuan UU Pornografi atau UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Bila kasusnya adalah di luar pornografi maka bisa memanfaatkan undang-undang yang terkait. Sehingga secara jelas, peraturan menteri itu sifatnya hanya mengatur cara pelaporan.
Dalam peraturan menteri tersebut memang tidak serta merta akan langsung ditutup begitu saja. Karena berdasarkan ada proses dari pelaporan, evaluasi hingga keputusan untuk ditutup.
"Jadi pada dasarnya kita ini bekerja atas aduan dari masyarakat. Kita tidak mungkin main asal tutup tanpa ada aduan. Nah, peraturan menteri ini yang mengatur bagaimana caranya," tegas Bambang.
Beberapa LSM dan komunitas industri internet seperti ELSAM, ICT Watch, Safenet, APJII, ICJR dan RIDEP Indonesia menyatakan sikapnya untuk menolak keberadaan peraturan.
Salah satu poin keberatannya adalah, definisi dari kata pornografi yang terlalu luas sehingga bisa menimbulkan penyalahgunaan.
"Kalau ditanya definisi pornografi yang luas, memangnya kami ahli pornografi? Kan semuannya dijelaskan di UU Pornografi," sebutnya.
Sebelumnya, sejumlah LSM dan komunitas industri internet seperti ELSAM, ICT Watch, Safenet, APJII. ICJR dan RIDEP Indonesia menyatakan sikapnya untuk menolak keberadaan peraturan yang diundangkan 17 Juli 2014 tersebut.
"Kami meminta dicabut. Kalau pun memang harus diatur itu harus dibawa ke undang-undang dan bukan peraturan menteri yang sifatnya teknis," kata Wahyudi Djafar, dari ELSAM, saat melakukan pernyataan bersama di Kafe Tjikini.
Dia juga merasa khawatir, bahwa nantinya peraturan menteri ini bisa mengekang kebebasan berekspresi dan mengekang dalam mendapatkan informasi. Padahal. menurut Wahyu, hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945, pasal 28 (f).
Ditambahkan oleh Direktur ICT Watch Donny B.U, yang dikritisi dari peraturan menteri tersebut adalah keberadaan dan legitimasi Trust+ Positif yang dipertanyakan keberadaannya.
Sumber: detikINET